Oleh : Nur Latif Burhanudin, S.Pd *)
Dalam dunia pendidikan pelajaran matematika sudah menjadi materi pokok yang penting untuk diajarkan. Dari tingkat PAUD sampai dengan perguruan Tinggi tidak bisa lepas dari materi yang bernama matematika. Bahkan, matematika dijadikan sebagai tolok ukur kelulusan siswa pada waktu dulu dalam yaitu ujian nasional. Sehingga, siswa mau tidak mau, bisa tidak bisa harus menguasai ilmu matematika karena menjadi salah satu pintu kelulusan menuju jenjang sekolah lebih tinggi.
Sebagian besar anak baik dari tingkat dasar maupun sampai tingkat perguruan tinggi masih mengganggap matematika sebagai musuh yang menakutkan dan sangat dibenci bahkan menjadi galau ketika mendengar nama matematika. Karena yang ada didalam benak mereka tentang matematika yaitu rumus dan hapalan yang sangat membosankan. Selain itu masih ada anggapan yang menyesatkan bahwa pelajaran matematika tidak akan ditanyakan di akhirat. Ini yang sering membuat para siswa sudah antipati dengan matematika. Padahal dalam kehidupan sehari – hari kita semua tidak bisa lepas dari matematika. Baik untuk urusan dunia maupun urusan akhirat matematika sangat diperlukan.
Ada anggapan sebenarnya tidak ada anak yang tidak bisa menerima pelajaran dalam bahasa kasar disebut bodoh akan tetapi yang ada adalah kesalahan seorang pendidik dalam menyampaikan atau menjelaskan materi pejalaran yang kurang bisa dipahami oleh anak. Metode yang sering digunakan para pendidik adalah konvensional anak hanya mendengarkan penjelasan dari pendidik, lalu latihan mengerjakan soal setelah itu dikasih pekerjaan rumah. Ini sebenarnya yang membuat anak bosan dan membenci matematika.
Untuk itu permasalahan diatas harus dipecahkan bagaimana siswa bisa dengan mudah mempelajari dan mencintai matematika. Serta bisa mematahkan mitos bahwa matematika sulit dan bisa membikin galau. Salah satu cara untuk membuat anak mencintai matematika yang pertama harus menghilangkan stigma negatif tentang matematika itu sulit pada anak. Karena jika yang tertanam sejak awal tentang pola pikir anak tentang matematika itu sulit akan sangat berbahaya, maka nantinya anak akan benar – benar sulit memahami maupun mempelajari matematika. Jadi seorang pendidik matematika harus menanamkan sejak awal bahwa matematika itu mudah, menyenangkan, mengasyikan dan sangat berguna untuk kehidupan nantinya. Memang harus diakui tidak mudah mengajarkan matematika kepada anak, perlu kesabaran dan metode yang pas untuk mengajarkan materi matematika yang sangat beragam agar anak tidak bosan.
Kedua metode konvensional yang digunakan pendidik harus dikolaborasikan dengan metode yang secara langsung melibatkan anak dalam pembelajaran, yang nantinya anak bisa menyimpulkan sendiri tentang materi yang sedang dibahas. Jadi disini bisa digali kemampuan anak dalam memecahkan suatu masalah dan peran seorang pendidik tidak menjelaskan secara langsung tetapi mendampingi agar tidak keluar dari kerangka pembelajaran yang ada. Maka dengan cara ini secara tidak langsung nantinya anak akan mencintai matematika.
Ketiga seorang pendidik matematika harus menyenangkan dan menarik agar anak bisa belajar dengan mengasyikan. Kesan pendidik matematika galak, suka marah dan paling sering memberikan pekerjaan rumah harus dihilangkan. Penampilan pendidik juga menjadi faktor yang berpengaruh dalam membuat anak mencintai matematika, dengan penampilan yang menarik anak sudah terkesan dengan pendidiknya, maka kesan guru matematika akan hilang. Karena dengan penampilan anak juga akan terhipnotis untuk menyenangi guru dalam arti suka dengan penampilan atau penyampaian pembelajaran yang kemudian anak akan mencintai matematika.
Keempat gunakan alat peraga yang menarik, alat peraga tidak harus membeli tapi juga hasil karya anak sendiri yang nantinya bisa langsung digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam pembuatan alat peraga yang dilakukan siswa nantinya siswa bisa bereksperimen dan menemukan rumus – rumus matematika tanpa penjelasan yang detail dari seorang pendidik.
Metode pembelajaran yang inovatif dapat membuat siswa belajar matematika dengan mudah dan menyenangkan. Dengan pola pembelajaran Mengalami, berInteraksi, berKomunikasi dan meRefleksikan materi pelajaran (MIKIR)Ditambah dengan bantuan alat peraga serta penampilan guru, siswa menjadi senang serta jauh dari kebosanan. Dan akhirnya anak benar – benar mencintai matematika dengan setulus hati tanpa keterpaksaan.
*) Penulis adalah Guru Matematika MTs Al Ishlah Pageruyung